Berdasarkan hasil Economic Expert Survey Semester I 2025, sebagian besar Spesialis menyatakan bahwa kondisi perekonomian Indonesia bakal memburuk dibandingkan Semester IV 2024. Dari 42 Spesialis yang dilibatkan, hanya 1 orang yang menyatakan kondisi ekonomi pada periode ini lebih Berkualitas.
Survei ini dikeluarkan oleh Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI). Selain membandingkan kondisi Demi ini dengan 3 bulan Lampau, para Spesialis juga memberikan perkiraan situasi ekonomi semester depan.
Sayangnya, sebagian besar juga menyatakan pertumbuhan ekonomi semester depan akan mengalami kontraksi.
Kontraksi dalam hal ini berarti pertumbuhan ekonomi bernilai negatif. Indonesia sempat mengalami kontraksi ekonomi pada pandemi Covid-19 2020 Lampau, angkanya mencapai -2,07%.
Buat tahun ini, pemerintah melalui yang tercantum dalam UU APBN menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,2%. Sementara itu, Buat ke depannya, Presiden Prabowo menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 8%.
Akan tetapi, Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Yudistira Hendra Permana, menyebut Sasaran pertumbuhan ekonomi 8% terlalu ambisius.
“Capaian 8% dalam lima tahun ke depan saya rasa Kagak realistis tanpa strategi konkret dan kebijakan ekonomi yang lebih terstruktur,” tutur Yudistira dalam situs Formal UGM.
Sejalan dengan itu, hasil survei LPEM UI juga menunjukkan bahwa 25 Spesialis sepakat kebijakan fiskal Demi ini cukup Kagak efektif Buat mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Kemudian, 12 Spesialis lainnya menyatakan sangat Kagak efektif.
Akibat Besar Penurunan IHSG pada Perekonomian Indonesia
Menurut Wakil Dekan Fakultas Desain Kreatif dan Bisnis Digital Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Muhammad Saiful Hakim, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menjadi indikator Krusial Buat stabilitas ekonomi. Hal ini karena IHSG menunjukkan kepercayaan investor pada pasar modal Indonesia.
Ketika IHSG ini turun, perusahaan-perusahaan akan sulit memperoleh Anggaran Buat Perluasan bisnis. Investor juga akan ekstra hati-hati menanamkan modal. Investor akan menarik Anggaran dan mengalihkannya pada aset yang lebih Terjamin. Kalau tindakan jual saham terjadi dengan masif, maka pasar modal akan tertekan dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Dalam situs Formal ITS, Saiful juga menambahkan bahwa Kalau tekanan ini Tetap berlanjut, maka akan berdampak pada daya beli masyarakat. Selain itu, ketika perusahaan menunda Perluasan bisnis karena kesulitan Anggaran, maka risiko pemutusan Interaksi kerja (PHK) cenderung semakin tinggi.
Akan tetapi, Kalau ini hanya reaksi sesaat, maka kondisi pasar modal akan segera pulih. Hal yang berbahaya adalah ketika situasi ini tak berubah atau bahkan memburuk.
Diskon Tarif Listrik Jadi Program Paling Bermanfaat
Survei LPEM UI juga menilai program pemerintah yang paling bermanfaat bagi masyarakat sejauh ini. Para Spesialis yang terlibat dalam survei dapat memilih 3 program yang dianggapnya paling bermanfaat. Posisi pertama ditempati oleh diskon tarif listrik, dipilih oleh 17 dari 42 Spesialis.
Akan tetapi, Yudistira menilai program penghapusan utang UMKM, petani, dan nelayan bukan solusi jangka panjang Buat meningkatkan perekonomian. Program ini Malah menunjukkan langkah desperatif, seperti pemerintah sudah kehabisan pilihan.
Pemangkasan anggaran di berbagai sektor juga dinilai kurang memperhitungkan aspek keberlanjutan ekonomi Buat jangka panjang.
Baca Juga: Bukan Tak Mungkin, Ekonomi Indonesia Pernah Tumbuh Lebih dari 8%