REIWA: Unit Modern Metalcore Berlirik Tajam

Reiwa menyebut “Simulacra” dilampiaskan sebagai karya yang mengangkat tema fenomena sosial, menyuguhkan perspektif tajam terhadap realitas yang sering kali terdistorsi oleh ledakan informasi dan Intervensi kekuasaan.  

Dendi Alamsyah, sang vokalis mengatakan bahwa lewat tiga Tembang yang masing-masing berjudul “Anosmia Empati”, “Bigot” dan “Mendasar”, Reiwa menyampaikan kritik yang mendalam terhadap bias kebenaran yang dapat memicu konflik horizontal.

Buat unit modern metalcore asal Karawang, Jawa Barat ini, EP tersebut bukan sekadar suguhan musikal, tetapi juga penerjemahan ideologis mereka terhadap dinamika sosial yang terjadi di sekeliling mereka.

Dalam proses kreatif peracikannya, Dendi Alamsyah, gitaris Septian Satriani serta dramer Dadang Suhendar berkolaborasi dengan My September Record dalam urusan produksi, juga dengan Jefry Johanas Kepada departemen artwork serta Agus Firmansyah Kepada aspek visual.  

Pengonsepan dan penggarapannya dimulai Reiwa sejak awal 2024, didasari oleh pengamatan mereka bahwa konflik horizontal yang semakin menggila. Metode yang dijalankan dimulai dengan mencari titik tengah temanya, sebelum melangkah ke penggarapan musik yang biasanya dipercayakan kepada Septian.

“Kami mulai dari aransemen. Dari Septian dilempar ke Dadang, setelah itu Dendi sebagai penulis ya tinggal nyari notasi, Kalau misakan Eksis part-part yang emang kayaknya harus dipoles sedikit. Paling nanti kami diskusikan kembali. Tapi yang Jernih prosesnya aransemen dulu, baru notasi,” beber pihak band kepada MUSIKERAS, menjelaskan.

Tetapi secara musikal, Reiwa meyakinkan bahwa konsep yang mereka terapkan kali ini sedikit berbeda. Eksis beberapa unsur eksperimentasi yang mereka eksplorasi, sehingga membuatnya berbeda.

“Mungkin yang Membangun beda atau Spesial dikarenakan Demi ini kami dengan tiga personel, tetapi kami mencoba menyuguhkan suatu pertunjukkan musikalitas yang padat dan solid.”

Eksis beberapa sumber ide yang mengawal penggarapan EP “Simulacra”, yang datang dari band-band keras mancanegara serta para pejuang lokal. 

Di antaranya seperti Architects, Periphery, Bleed From Within, Northlane, Wage War, Erra Kepada racikan musiknya. Sementara inspirasi pola penulisan lirik sedikit banyak berkaca pada gaya Homicide, Matter Mos, Sore Band, The Sigit, DeadSquad plus Bring Me The Horizon.

Lewat dari tiga Tembang yang disuguhkan, Reiwa menyebut Tembang “Bigot” sebagai komposisi yang secara teknis paling menantang dalam mengeksekusi rekamannya. Karena di Tembang ini, mereka Betul-Betul harus meracik formula berkali-kali.

“Maksudnya Tembang yang lain juga sama, tapi di Tembang ini Daya tuh kayak lebih banyak terkuras. Dan yang bikin Spesial, itu terjadi ke Seluruh personel. Entah itu Septian pada Demi ngetake gitarnya atau pun Dadang pada Demi take dram dan Dendi yang lebih Jernih harus Betul-Betul matang agar diksi, notasi dan aransemen dapat mendarat dengan Bagus di telinga pendengar.” 

Sedikit menengok ke belakang. Reiwa sendiri merupakan band yang terbentuk pada akhir 2019 silam atas inisiasi mantan bassis mereka, Ryan Vidia. Nama ‘Reiwa’ diambil dari istilah di Negeri Surya Terbit, yang melambangkan era baru yang mengedepankan kebudayaan dan perdamaian.

Pada 15 Oktober 2021 Lewat, Reiwa memulai debut mereka dengan melepas Tembang rilisan tunggal berformat instrumental berjudul “Hemodialysis”. Setelah itu menyusul tiga Tembang lainnya, yakni “Hanana” (24 Desember 2021), “Last Dance” (29 April 2022) dan “Ace” (14 April 2023) yang mendapatkan sambutan positif di berbagai platform digital. (mdy/MK01)