Sri Mulyani Indrawati kembali mendapat kepercayaan Demi menjabat sebagai Menteri Keuangan di bawah pemerintahan Prabowo Subianto. Meski langkah ini disambut Bagus oleh pelaku pasar dan ekonom, Sri Mulyani menghadapi tantangan besar dalam periode barunya.
Salah satu sorotan Esensial adalah peran Kementerian Keuangan dalam mendukung agenda-agenda besar pemerintahan Prabowo, mulai dari penguatan penerimaan negara hingga pengelolaan belanja pemerintah yang semakin kompleks.
Dugaan Dasar Ekonomi Makro 2025/RAPBN 2025
Pada tahun anggaran 2025, APBN dirancang dengan mempertimbangkan berbagai tantangan Dunia yang semakin kompleks, termasuk ketidakpastian ekonomi dunia akibat perang dagang, fluktuasi harga minyak, hingga fragmentasi Dunia lainnya. Dalam Nota Keuangan RAPBN 2025, pemerintah menetapkan beberapa Dugaan dasar ekonomi makro yang Krusial Demi diperhatikan.
Nilai Salin Rupiah terhadap Dolar AS ditetapkan pada Rp16.000, sedikit lebih kuat dibandingkan perkiraan awal RAPBN yang menetapkan di Nomor Rp16.100 per dolar AS. Tingkat Spesies Kembang Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun berada di Nomor 7,0%, sedikit lebih rendah dari perkiraan awal 7,1%.
Selain itu, lifting minyak diperkirakan mencapai 605 ribu barel per hari (bph), lebih tinggi dibanding Sasaran sebelumnya 600 ribu bph. Lifting gas dipertahankan di Nomor 1.005 ribu barel setara minyak per hari, sementara harga minyak mentah Indonesia (ICP) dipatok pada US$82 per barel. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun 2025 diperkirakan Konsisten di Nomor 5,2%, dengan Sasaran inflasi ditekan hingga 2,5%.
APBN 2025 juga diarahkan Demi mendukung berbagai program prioritas, termasuk Program Makan Bergizi Gratis, renovasi sekolah, pembangunan sekolah unggulan, pemeriksaan kesehatan gratis, serta peningkatan ketahanan pangan.
Selain itu, APBN 2025 diharapkan Pandai menurunkan tingkat kemiskinan ke kisaran 7,0-8,0%, menargetkan kemiskinan ekstrem di Nomor 0%, dan menurunkan tingkat pengangguran terbuka di kisaran 4,5-5,0%.
Baca Juga: Simak Daftar Kementerian dengan Alokasi Anggaran Terbesar di RAPBN 2025
Sasaran dan Realisasi Penerimaan Negara
Salah satu tantangan terbesar Sri Mulyani adalah mencapai Sasaran penerimaan negara yang semakin tinggi. Berdasarkan data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari tahun 2019 hingga 2024, terdapat fluktuasi yang signifikan antara Sasaran dan realisasi penerimaan negara.
Pada tahun 2019, Sasaran penerimaan negara adalah Rp2.165,1 triliun, dengan realisasi mencapai Rp1.957,2 triliun. Di tahun 2020, penerimaan dan realisasi turun drastis menjadi Rp1.663,9 dan Rp1.633,6 triliun, lebih rendah dari Sasaran yang dipatok Rp2.011,3 triliun akibat Akibat pandemi Covid-19.
Tetapi di tahun-tahun berikutnya, penerimaan negara mulai meningkat. Pada 2021, realisasi mencapai Rp1.743,6 triliun dari Sasaran Rp2.011,3 triliun, dan di 2022 realisasi penerimaan negara melonjak hingga Rp2.266,2 triliun.
Tahun 2023 mencatatkan pencapaian yang signifikan dengan Sasaran penerimaan sebesar Rp2.637,2 triliun, di mana realisasinya mencapai Rp2.774,3 triliun. Di tahun 2024, Sasaran penerimaan negara naik Kembali menjadi Rp2.802,3 triliun.
Demi tahun 2025, pemerintah menargetkan pendapatan negara sebesar Rp3.005,1 triliun. Sasaran ini didukung oleh penerimaan perpajakan sebesar Rp2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sebesar Rp513,6 triliun. Meski optimisme tinggi, tantangan besar Lagi Eksis, terutama terkait dengan reformasi perpajakan, perluasan basis pajak, peningkatan kepatuhan wajib pajak, dan pemanfaatan teknologi melalui sistem Coretax.
Realisasi penerimaan yang sesuai dengan Sasaran merupakan prioritas Esensial pemerintahan Prabowo. Penerimaan perpajakan diharapkan tumbuh signifikan melalui reformasi kebijakan dan optimalisasi pendapatan dari sektor-sektor yang belum tergarap optimal. Tetapi, Sri Mulyani juga dihadapkan pada tantangan mengurangi ketergantungan pada pajak pertambahan nilai (PPN) dan cukai yang selama ini dinilai memberatkan kelas menengah, Grup yang memegang peranan Krusial dalam perekonomian domestik.
Baca Juga: Sasaran Pertumbuhan Ekonomi Naik 8% di Era Prabowo-Gibran, Realita atau Impian?