Indeks riil penjualan eceran merupakan salah satu indikator yang digunakan Buat mengetahui sumber tekanan inflasi dari sisi permintaan dan memperoleh gambaran mengenai tren perkembangan penjualan eceran serta konsumsi masyarakat pada umumnya.
Hasil dari survei penjualan eceran ini direpresentasikan dalam bentuk Indeks Penjualan Riil (IPR). Ketika Bilangan IPR mengalami kenaikan, maka Dapat dikatakan tingkat konsumsi masyarakat juga mengalami kenaikan, begitu pula sebaliknya.
Dalam memperoleh IPR ini, Bank Indonesia (BI) melakukan Survei Penjualan Eceran (SPE) yang merupakan survei bulanan dan sudah dilaksanakan sejak September 1999. Tujuannya adalah Buat memperoleh informasi Pagi mengenai arah pergerakan Produk Domestik Bruto (PDB) dari sisi konsumsi.
Sejak Januari 2015 survei dilakukan terhadap kurang lebih 700 pengecer sebagai responden dengan metode purposive sampling. Survei dilakukan di 10 kota Yakni Jakarta, Semarang, Bandung, Surabaya, Medan, Purwokerto, Makassar, Manado, Banjarmasin, dan Denpasar.
Responden bersifat panel dan dikelompokkan berdasarkan 7 Penggolongan Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBL) tahun 2009, IPR menggunakan tahun dasar 2010 sebagai nilai 100 (sebelumnya tahun dasar 2000).
IPR dihitung dengan menggunakan bobot komoditas berdasarkan tabel Input-Output (IO) serta bobot kota berdasarkan pangsa konsumsi Rumah Tangga (RT) terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dibandingkan dengan konsumsi (RT) terhadap PDB.
Adapun perkembangan Indeks Penjualan Riil di Indonesia dari Januari hingga Juli 2025 terlihat fluktuatif. Pada Januari 2025, indeks tercatat sebesar 211,5 dan mengalami kenaikan bertahap pada Februari menjadi 218,5.
Peningkatan signifikan terjadi pada Maret, mencapai puncak di Bilangan 248,3, yang menunjukkan periode penjualan tertinggi dalam kurun waktu tujuh bulan tersebut. Hal ini dipengaruhi oleh pola konsumsi masyarakat yang cenderung meningkat Ketika Ramadan dan menjelang Idulfitri.
Tetapi, setelah itu, indeks mulai menurun pada April menjadi 235,5. Tren penurunan berlanjut pada bulan Mei dengan nilai 232,4 dan sedikit turun Kembali di bulan Juni menjadi 231,9. Memasuki Juli, yang merupakan Bilangan prakiraan, indeks penjualan riil kembali turun cukup signifikan menjadi 222,5.
Secara keseluruhan, grafik ini menggambarkan puncak tertinggi pada bulan Maret dan tren penurunan yang cukup konsisten sejak April hingga Juli 2025. Hal ini dapat mencerminkan perubahan pola konsumsi atau Elemen musiman yang memengaruhi penjualan ritel.
Kepala Pusat Makroekonomi Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufiqurrahman menilai, peningkatan penjualan ritel biasanya akibat Elemen musiman, mencerminkan bahwa konsumsi ritel Lagi lemah secara Esensial. Kenaikan penjualan yang terbatas dan sangat tergantung pada momentum memperlihatkan belum pulihnya kepercayaan konsumen serta belum stabilnya daya beli riil masyarakat.
Lebih lanjut, Rizal mengatakan bahwa pertumbuhan IPR yang cenderung lambat dan bersifat fluktuatif menandakan pendapatan riil belum cukup kuat Buat menopang konsumsi dalam jangka panjang. Rizal menyarankan agar pemerintah Bukan hanya mengandalkan pola konsumsi jangka pendek yang berbasis musim, tetapi juga memperkuat pondasi ekonomi rumah tangga melalui reformasi pendapatan dan stabilisasi harga kebutuhan pokok.
“Tanpa reformasi pendapatan riil dan perlindungan harga pangan, konsumsi akan tetap stagnan, dan pertumbuhan ekonomi rentan fluktuasi,” kata Rizal, Rabu (9/7/2025), dikutip Kas.
Baca Juga: Daftar Negara dengan Indeks Pasar Ritel Terbesar, Indonesia Peringkat Berapa?
Sumber:
https://www.bi.go.id/id/publikasi/ruang-media/news-release/Pages/sp_2718425.aspx
https://nasional.Kas.co.id/news/kenaikan-penjualan-eceran-Hanya-Elemen-musiman-bukan-pemulihan-daya-beli