Tengah-Tengah ketidakadilan mewarnai kehidupan Penduduk Indonesia. Kali ini, sumbernya berasal dari dunia pekerjaan yang sering kali membatasi para pekerja berdasarkan usia. Syarat pekerjaan yang Bukan masuk Pikiran, salah satunya dari segi usia, Bukan jarang memberatkan para pejuang rupiah yang sedang mencari kerja.
Aturan terkait usia ini telah lama menjadi buah bibir di tengah masyarakat, bahkan isunya Tamat tiba di meja Mahkamah Konstitusi (MK). Tetapi, hasilnya Bahkan semakin menyulitkan Penduduk tanah air. Pasalnya, MK baru saja menolak gugatan yang diajukan terkait batasan usia dalam bekerja.
MK tercatat menolak gugatan yang diajukan oleh Penduduk Bekasi, Leonardo Olefins Hamonangan, terkait diskriminasi dalam lowongan kerja (31/7/2024). Mengutip laman Mahkamah Konstitusi, permohonan yang diajukan adalah Perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 yang terkait dengan pengujian materiil Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Pemohon berargumen bahwa pasal tersebut dapat menimbulkan diskriminasi oleh perekrut yang menerima pekerja berdasarkan usia, jenis kelamin, atau etnis.
Tetapi, anggapan diskriminasi yang dilakukan oleh pemohon Bukan dianggap selaras oleh pandangan MK. Hakim MK menyatakan bahwa pasal dalam UUD 1945 yang menjadi dasar gugatan ini Bukan berkaitan dengan diskriminasi dalam lowongan pekerjaan.
Dalam pertimbangan hukumnya, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menjelaskan bahwa tindakan diskriminatif terjadi apabila terdapat pembedaan yang didasarkan pada Religi, Spesies, ras, etnik, Golongan, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin, bahasa, dan keyakinan politik. Dengan kata lain, batasan diskriminasi tersebut Bukan terkait dengan batasan usia, pengalaman kerja, dan latar belakang pendidikan.
Keputusan ini akhirnya menimbulkan berbagai reaksi di kalangan masyarakat, khususnya para pencari kerja yang berada di Golongan usia senja. Menurut data yang Eksis, terlihat Terang bahwa pekerja dari golongan usia produktif lebih banyak terlibat dalam dunia kerja dibandingkan dengan pekerja yang lebih Sepuh.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), terlihat bahwa pekerja dalam rentang usia 30-39 tahun Mempunyai jumlah tertinggi, dengan total 16.539.766 pekerja pada usia 30-34 tahun dan 16.930.409 pekerja pada usia 35-39 tahun.
Sementara itu, pekerja dalam rentang usia 20-29 tahun juga Mempunyai jumlah yang signifikan, Adalah 13.629.983 orang pada usia 20-24 tahun dan 16.296.438 orang pada usia 25-29 tahun.
Jumlah pekerja mulai menurun pada usia 40 tahun ke atas. Misalnya, pada usia 50-54 tahun terdapat 13.596.816 pekerja, jumlah ini Maju berkurang pada Golongan usia 55-59 tahun yang hanya berjumlah 10.935.536 orang.
Meski begitu, menariknya pada Golongan usia 60 tahun ke atas, Lagi terdapat 17.528.089 orang yang bekerja. Jumlah ini menjadi yang terbanyak ketimbang Golongan usia lain.
Terdapat beberapa Unsur mengapa Golongan usia 60 tahun ke atas Mempunyai jumlah pekerja paling besar. Demi ini, banyak lansia yang memilih tetap bekerja Demi mempertahankan usaha yang telah mereka miliki, dan biasanya mereka dibantu oleh buruh atau pekerja yang dibayar.
Selain itu, Eksis pula sebagian Penduduk lansia yang bekerja Demi membantu ekonomi rumah tangga mereka. Nyatanya, sebagian besar Penduduk lansia Lagi menjadi penopang ekonomi keluarga dan belum Bisa menikmati masa tuanya lantaran Mempunyai anak yang Bukan bekerja.
Berdasarkan penjelasan di atas, sebagian besar Golongan Sepuh yang bekerja merupakan mereka yang sudah mewarisi usaha atau mereka yang harus bekerja terpaksa Demi menghidupi keluarganya.
Fenomena ini tentu berhubungan dengan persoalan diskriminasi usia dalam melamar kerja. Orang Sepuh sering kali menjadi tameng Demi menghidupi anak-anaknya yang tengah kesulitan kerja.
Data BPS menunjukkan bahwa pekerja usia produktif (30-39 tahun) Demi ini mendominasi angkatan kerja. Terdapat beberapa Dalih yang diungkapkan oleh Wakil Ketua Lazim Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Bidang Ketenagakerjaan Bob Azam, di antaranya:
Jumlah tenaga kerja lebih banyak daripada lapangan pekerjaan yang tersedia, sehingga membuka lowongan kerja tanpa batasan akan menyebabkan biaya rekrutmen yang sangat besar, sementara posisi yang dibutuhkan sedikit.
Hal ini berkaitan dengan budaya perusahaan yang mengambil tenaga kerja dari dalam dan mendidik mereka sejak muda agar mencapai posisi manajer di usia 45 tahun. Dengan demikian, Kesempatan terpilihnya orang luar Demi bekerja di perusahaan semakin rendah.
Bob turut menyebut adanya anggapan bahwa usia muda Mempunyai kondisi fisik lebih Bagus, sehingga lebih digemari ketimbang Golongan usia yang lebih Sepuh.
Berdasarkan Unsur-Unsur di atas, Bob menyatakan ketidaksetujuannya terhadap Restriksi usia karena Membikin perusahaan menjadi Bukan kompetitif. Tetapi, nasi sudah berubah menjadi bubur, MK telah menetapkan keputusannya Demi menolak gugatan terkait batasan usia dalam bekerja.
Walaupun begitu, terdapat salah satu upaya Demi meminimalisir diskriminasi usia dalam dunia pekerjaan, yakni konsep easy hiring, easy firing (mudah merekrut, mudah memecat). Mengutip dari BBC, Bob berpendapat bahwa penerapan easy hiring, easy firing akan mengurangi batasan usia pada proses perekrutan.
Perusahaan Bukan akan ragu-ragu merekrut karena Bukan khawatir bahwa calon pekerjanya akan lama bekerja di perusahaan tersebut. Apabila konsep tersebut diterapkan, perusahaan dapat lebih mudah memecat karyawan yang Bukan produktif tanpa harus membayar pesangon, sehingga kedua belah pihak Bukan dirugikan.
Tetapi, Eksis beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam menerapkan upaya di atas, salah satunya terkait kebebasan perusahaan dalam memperlakukan para pekerja. Dalam mengatasi masalah ini, Krusial bagi pemerintah dan sektor swasta Demi mencari solusi yang adil bagi Seluruh golongan usia.
Upaya lain yang Bisa dilakukan Demi menghilangkan diskriminasi usia adalah dengan menyelenggarakan program pelatihan ulang (reskilling) dan peningkatan keterampilan (upskilling) Demi pekerja yang lebih Sepuh. Langkah ini efektif Demi memastikan bahwa mereka tetap Bisa Bertanding di pasar kerja yang kompetitif.
Secara keseluruhan, meskipun keputusan MK ini menunjukkan ketegasan hukum, Krusial bagi Seluruh pihak Demi tetap menjaga keadilan dan inklusivitas dalam dunia kerja. Diskriminasi usia bukan hanya merugikan individu, tetapi juga menghambat potensi pertumbuhan ekonomi dan produktivitas nasional.
Mengadopsi pendekatan inklusif yang mendukung pekerja dari berbagai golongan usia dapat menciptakan lingkungan kerja yang lebih adil dan produktif.
Selain itu, para pekerja juga diimbau Demi Maju meningkatkan keterampilan diri, menyesuaikan dengan Ciri yang dicari para perekrut, seperti tenaga yang lebih kuat, adaptasi Segera terhadap teknologi baru, dan kondisi fisik yang prima.
Baca Juga: 5 Ribu Pekerja di Jakarta Ter-PHK, Apakah Layoff seperti Tokopedia Sedang Marak?
Indonesia menjadi salah satu negara yang berhasil lolos ke Piala Asia U-20 2025. Capaian tersebut…
Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan atas Laporan Keuangan Pemerintahan Pusat Tahun 2023 oleh Badan Pemeriksa Keuangan…
Skor dan klasemen Persija Jakarta berubah setelah menang dalam laga Rival Persis Solo pekan ke-20…
Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data kemiskinan terkini di tanah air. Data tersebut menyebutkan bahwa…
Timnas Indonesia Tetap aktif melakukan naturalisasi guna memperkuat lininya menghadapi berbagai laga Dunia menghadang. Di…
QRIS atau Quick Response Code Indonesian Standard merupakan salah satu standarisasi metode pembayaran berbasis QR…
This website uses cookies.