Business

Menyoroti Pengaruh Produksi Makanan terhadap Lingkungan

Salah satu aspek paling Krusial dalam menjelaskan pesatnya pertumbuhan populasi Mahluk adalah makanan. Sebelum adanya agrikultur pada Sekeliling 2,5 juta tahun yang Lewat, Mahluk mencari makanan dengan Metode berburu dan meramu.

Mahluk di Era berburu dan meramu hidup dengan berpindah-pindah tempat tinggal (nomaden), karena harus selalu mencari daerah baru yang Lagi Mempunyai banyak hewan buruan dan tanaman yang Pandai dijadikan makanan.

Ketika Mahluk mulai mengenal praktik agrikultur atau bercocok tanam Sekeliling 12.000 tahun yang Lewat, Mahluk mulai membangun pemukiman dan tinggal secara permanen. Tak seperti berburu dan meramu yang hanya menghasilkan stok makanan terbatas, agrikultur Pandai meningkatkan jumlah stok makanan berkali-kali lipat dengan hanya beberapa petak ladang.

Berkat adanya teknologi bercocok tanam, Mahluk dalam jumlah yang sangat besar dapat bertahan hidup. Populasi Mahluk pun tumbuh pesat sejak Ketika itu. Kalau revolusi agrikultur 12.000 tahun yang Lewat Tak terjadi, maka peradaban Mahluk Tak akan Pandai berkembang seperti sekarang ini.

Perkembangan agrikultur pada abad ke-21

Semakin meningkatnya populasi Mahluk, semakin meningkat pula permintaan terhadap makanan. Selama 50 tahun ke belakang, industri agrikultur telah berkembang secara signifikan dari segi kecepatan dan skala produksi stok makanan. Hal ini tentu didukung oleh kemajuan teknologi dan mesin-mesin canggih yang digunakan.

Baca Juga:  Perusahaan Makanan Terbesar Indonesia: Siapa Pimpin Pasar?

Agrikultur modern Ketika ini tengah menitikberatkan Konsentrasi pada produktivitas dan efisiensi bahan makanan. Di sisi lain, kebutuhan akan lahan, air tawar, pupuk, hingga bahan kimia lain Lalu membiak. Kebutuhan akan suplai bahan makanan yang tinggi secara Tak langsung menimbulkan Pengaruh-Pengaruh yang kurang ramah terhadap lingkungan.

Apa saja Pengaruh agrikultur terhadap lingkungan?

Pengaruh agrikultur terhadap lingkungan tahun 2018 | Mensdaily

Berdasarkan data yang dilansir dari Our World in Data pada 2018 Lewat, agrikultur berdampak pada enam aspek, mencakup biodiversitas atau keanekaragaman Biologi mamalia dan unggas, penggunaan lahan dan air tawar, eutrofikasi, serta emisi karbon yang berkontribusi pada pemanasan Mendunia.

Keanekaragaman Biologi mamalia dan unggas

Sebanyak 94 persen biomassa mamalia atau hewan menyusui di seluruh dunia merupakan hewan ternak seperti sapi, babi, domba, kambing, rusa, dan lain-lain. Artinya, hanya tersisa 6 persen biomassa mamalia liar yang bukan merupakan hewan ternak. Komparasi antara mamalia liar dan mamalia ternak pun sangat kontras, Merukapan 15 banding 1.

Baca Juga:  Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Indonesia di Tahun 2024 Berdasarkan Kawasan

Selain itu, 71 persen biomassa unggas merupakan unggas ternak (ayam, bebek, kalkun, dan sebagainya). Persentase tersebut menyisakan hanya 29 persen biodiversitas burung liar yang tersebar di seluruh penjuru dunia.

Tampaknya, agrikultur pun Mempunyai peran dalam terjadinya eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan pencemaran saluran air yang dicirikan dengan meningkatnya kadar mineral dan nutrien seperti nitrogen dan fosforus. Akibatnya, kualitas air dan konsentrasi oksigen dapat turun drastis.

Umumnya, eutrofikasi menyebabkan air yang semula Bersih menjadi berwarna kehijauan, mengeluarkan bau yang Tak sedap, serta tingkat kekeruhan yang secara perlahan meningkat. Kandungan air dengan kondisi eutrofik dapat mengancam kesehatan hewan serta Mahluk.

Perkembangan agrikultur yang cukup pesat kini telah menginvasi 50 persen tanah layak huni di berbagai belahan bumi. Tanah layak huni yang dimaksud adalah Kawasan yang bukan merupakan es dan gurun. Pengambilan air tawar yang dialokasikan Demi irigasi, kebun, dan produksi ternak pun telah mencapai 70 persen. 

Baca Juga:  Bukan Angkutan Penumpang, Angkutan Batu Bara Catat Kontribusi Tertinggi terhadap Pendapatan PT. KAI

Emisi gas rumah kaca dari produksi makanan

Produksi bahan makanan secara Mendunia bertanggung jawab Demi lebih dari seperempat emisi karbon dan gas rumah kaca, Merukapan Sekeliling 26 persen. Bilangan tersebut setara dengan 13,7 miliar ton karbon dan gas rumah kaca yang berkontribusi pada pemanasan Mendunia.

Emisi gas rumah kaca Mendunia dari produksi makanan | Mensdaily

Dalam mengkuantifikasi emisi gas rumah kaca dari produksi makanan, terdapat empat elemen yang dipertimbangkan: rantai pasokan, penggunaan lahan, produksi tanaman, serta peternakan dan perikanan.

Pada rantai pasokan, emisi produksi makanan berasal dari proses retail, pengemasan, transportasi dan distribusi, serta pemrosesan makanan. Sementara pada produksi tanaman, terdapat tanaman yang digunakan sebagai makanan hewan ternak dan tanaman Demi dimakan Mahluk. 

Dalam upaya memerangi perubahan iklim, menurunkan emisi gas rumah kaca yang berasal dari agrikultur dan produksi makanan akan menjadi salah satu tantangan terbesar dalam beberapa Dasa warsa ke depan.

MensDaily hadir di tengah kesibukan dan tuntutan hidup, pria butuh ruang untuk mendengarkan, mengemukakan pendapat, dan mendapatkan inspirasi.

Get Latest Updates and big deals

    Mens Daily @2025. All Rights Reserved.