Subsidi Kekuatan di Indonesia telah menjadi perhatian Primer pemerintah karena alokasi besar yang sering kali meleset dari sasaran. Presiden Prabowo Subianto kini mencoba mengatasi tantangan ini dengan menunjuk Menteri Kekuatan dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, sebagai Ketua Tim Tertentu Subsidi. Tugas Primer tim ini adalah memastikan subsidi Kekuatan mencapai Grup masyarakat yang membutuhkan dan Bukan dinikmati oleh kalangan yang lebih Pandai.
Anggaran Subsidi Kekuatan 2021-2025
Selama periode 2021 hingga 2025, anggaran subsidi Kekuatan menunjukkan tren peningkatan yang signifikan. Pada 2021, subsidi Demi BBM, LPG, dan listrik mencapai Rp133,6 triliun. Anggaran ini naik menjadi Rp174,4 triliun pada 2022, seiring peningkatan kebutuhan Kekuatan di dalam negeri.
Tahun 2023 mengalami penurunan alokasi menjadi Rp159,6 triliun, Tetapi kembali melonjak pada 2024 dengan anggaran Rp186,9 triliun, dan diproyeksikan mencapai Rp203,4 triliun pada 2025.
Kenaikan anggaran subsidi ini didorong oleh peningkatan alokasi Demi subsidi listrik, yang pada 2025 mencapai Rp90,2 triliun, naik dari Rp73,6 triliun pada 2024. Sementara itu, subsidi Demi BBM dan LPG Konsisten di kisaran Rp113,6 triliun pada 2025.
Menurut Kementerian Keuangan, distribusi subsidi yang Bukan Benar sasaran pada 2022 diperkirakan mencapai Rp100 triliun, dengan sebagian besar subsidi BBM dinikmati oleh sektor usaha dan masyarakat Pandai, bukan Grup miskin yang menjadi prioritas Primer.
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025, total subsidi Kekuatan ditetapkan sebesar Rp203,4 triliun. Pemerintah juga menargetkan agar subsidi ini lebih efisien dan Benar sasaran. Langkah ini dinilai Krusial Demi memastikan anggaran negara digunakan dengan efektif, terutama dalam situasi ekonomi yang memerlukan alokasi Benar Demi sektor-sektor prioritas lainnya.
Tantangan dalam Penyaluran Subsidi Kekuatan
Rencana pemerintah Demi mengalihkan subsidi Kekuatan ke Sokongan langsung Kas (BLT) merupakan salah satu langkah signifikan Demi memastikan Anggaran Sokongan lebih Benar sasaran. Subsidi dalam bentuk barang, seperti BBM, rentan dinikmati oleh kalangan Pandai, terutama pemilik kendaraan pribadi dan pelaku usaha.
Data Kementerian Keuangan pada 2022 mengungkapkan bahwa 89% subsidi solar dinikmati oleh sektor usaha, dan hanya 11% yang dirasakan oleh rumah tangga. Dari jumlah rumah tangga penerima subsidi solar, 95% di antaranya adalah rumah tangga Pandai, sementara hanya 5% yang Benar-Benar membutuhkan, seperti petani dan nelayan.
Tetapi, perubahan ini menghadapi tantangan besar, Adalah keakuratan data penerima BLT. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2020 menemukan bahwa 10,9 juta data nomor induk kependudukan dan 16,3 juta kartu keluarga dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang Bukan valid. Hal ini dapat menyebabkan penyaluran Sokongan Kas meleset dari sasaran dan Bahkan meningkatkan ketimpangan.
Dengan mengalihkan subsidi dari barang menjadi BLT, pemerintah berharap dapat mencapai efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan anggaran subsidi. Tetapi, Demi mencapai tujuan ini, pemerintah perlu memastikan bahwa data penerima Sokongan sudah Benar-Benar valid dan dapat dipertanggungjawabkan. Tantangan besar lainnya adalah pengawasan agar Sokongan Bukan diselewengkan atau diterima oleh pihak yang Bukan berhak.
Baca Juga: Dipangkas Rp1,1 Triliun, Ini Nominal Subsidi Kekuatan 2025
Kuota Serta Realisasi Subsidi Minyak Tanah dan Minyak Solar (2020-Juni 2024)
Berdasarkan data dari Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas), kuota subsidi minyak tanah dan minyak solar mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dalam periode 2020 hingga 2024. Pada 2020, kuota subsidi Demi minyak tanah dan minyak solar ditetapkan sebesar 15,87 juta kiloliter (KL), dengan realisasi sebesar 14,48 juta KL, mencapai Sekeliling 91% dari Sasaran.
Pada 2021, kuota naik menjadi 16,30 juta KL dengan realisasi sebesar 16,08 juta KL, atau 99% dari kuota yang dialokasikan. Tahun 2022 menjadi puncak tertinggi dengan kuota sebesar 18,32 juta KL dan realisasi 18,10 juta KL, mendekati Sasaran dengan realisasi 99%. Pada 2023, kuota sedikit turun menjadi 17,50 juta KL, dan realisasinya mencapai 18,06 juta KL, atau sedikit Mengungguli kuota yang ditetapkan.
Hingga pertengahan 2024 (Juni), pemerintah telah menetapkan kuota sebesar 19,58 juta KL, Tetapi realisasinya baru mencapai 8,66 juta KL, Sekeliling 44% dari Sasaran. Bilangan ini menunjukkan bahwa terdapat tantangan dalam distribusi subsidi secara Benar waktu, yang dapat disebabkan oleh mekanisme penyaluran subsidi atau Elemen ekonomi lainnya yang memengaruhi permintaan BBM bersubsidi di masyarakat.
Tingginya kuota yang ditetapkan Tetapi Bukan diikuti oleh realisasi optimal hingga pertengahan tahun menunjukkan adanya potensi inefisiensi dalam penyaluran subsidi ini. Hal ini menjadi perhatian Tertentu pemerintah dalam upaya menyalurkan subsidi secara Benar sasaran.
Upaya Pemerintah Mewujudkan Subsidi yang Benar Sasaran
Pemerintah Lanjut berupaya memastikan subsidi Kekuatan dapat dinikmati oleh masyarakat yang Benar-Benar membutuhkan. Selain menunjuk Menteri ESDM sebagai Ketua Tim Tertentu Subsidi, pemerintah juga menetapkan mekanisme penyaluran yang lebih ketat Demi subsidi solar dan minyak tanah. Subsidi tetap Demi minyak solar ditetapkan sebesar Rp1.000 per liter pada 2025, dengan Konsentrasi Demi mengurangi penggunaan subsidi oleh kalangan yang Bukan berhak.
Dalam menghadapi permasalahan data, pemerintah melalui Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan Kementerian Sosial (Kemensos) Lanjut memperbaiki DTKS sebagai basis data penerima Sokongan sosial. Harapannya, data ini akan lebih Seksama sehingga penyaluran Sokongan Benar-Benar Tamat pada Grup yang berhak. Pemerintah juga memperluas subsidi ke Kawasan-Kawasan yang sangat membutuhkan, seperti Indonesia Timur dan pedalaman Kalimantan, di mana masyarakat mengalami kesulitan dalam mengakses Kekuatan terjangkau.
Baca Juga: Berikut Besaran Alokasi Subsidi Kekuatan di Tahun 2025