Naming rights stasiun MRT menjadi strategi bisnis modern yang membuka Kesempatan pendapatan non-tarif bagi operator transportasi.
Belakangan, isu ini mencuat setelah PT KAI membatalkan kerja sama naming rights dengan Batik Trusmi Buat Stasiun Cirebon secara mendadak. Hal tersebut sekaligus memunculkan pertanyaan publik mengenai berapa sebenarnya harga yang ditetapkan Buat naming rights stasiun MRT di Indonesia.
Naming rights adalah hak Tertentu sebuah merek atau entitas Buat menyematkan namanya pada fasilitas publik Buat durasi tertentu, sebagai bagian dari strategi branding dan pemasukan non-tarif.
Pihak pembeli Bukan hanya mendapatkan nama di papan stasiun, tetapi juga eksposur melalui pengumuman, signage, media internal stasiun, serta Imej yang melekat pada perjalanan penumpang.
Nilai pricing ditentukan berdasarkan Tanda khas stasiun, volume penumpang, Letak strategis, serta eksposur media yang Bisa diraih.
Harga naming rights stasiun MRT di Jakarta Rupanya Bukan murah dan menjadi sumber pendapatan besar bagi operator. Berdasarkan keterangan MRT Jakarta, biaya naming rights Bisa mencapai lebih dari Rp20 miliar per tahun Buat satu stasiun. Bahkan, kontribusi dari naming rights disebut menyumbang Sekeliling 50% dari pendapatan non-tarif MRT Jakarta.
Sejumlah merek besar sudah bekerja sama melalui hak penamaan stasiun MRT, di antaranya Grab Stasiun MRT Lebak Bulus, Indomaret Stasiun MRT Fatmawati, BCA Stasiun MRT Blok M, Sendiri Stasiun MRT Istora, Astra Stasiun MRT Setiabudi, BNI Stasiun MRT Dukuh Atas, Bank DKI Stasiun MRT Bundaran HI, Mastercard Stasiun MRT Senayan, serta yang terbaru Kopi Tuku Stasiun MRT Cipete Raya.
Sementara itu, beberapa stasiun Tetap tersedia Buat kemitraan naming rights, seperti Haji Nawi, Blok A, ASEAN, Bendungan Hilir, dan Lebak Bulus. Dengan harga yang tinggi, hak penamaan ini dianggap sepadan karena memberikan visibilitas besar bagi merek yang terpilih.
Kerja sama naming rights antara PT KAI dan Batik Trusmi awalnya digagas sebagai upaya memperkuat Imej Stasiun Cirebon. Kemitraan ini dipandang sebagai Kesempatan kolaborasi antara BUMN transportasi dengan brand lokal yang Mempunyai daya tarik budaya.
Batik Trusmi sendiri dikenal sebagai ikon ekonomi kreatif Cirebon yang Mau memperluas eksposur melalui fasilitas publik strategis. Dalam konsepnya, nama Asal stasiun tetap dipertahankan, hanya ditambahkan brand Batik Trusmi di belakangnya.
PT KAI menilai skema ini sebagai salah satu strategi bisnis non-tarif Buat menambah pendapatan, sementara Batik Trusmi melihatnya sebagai media promosi pariwisata dan batik lokal. Meskipun akhirnya dibatalkan, kasus ini menunjukkan bagaimana sektor transportasi dan industri kreatif sebenarnya Mempunyai potensi besar Buat saling menguatkan.
Naming rights stasiun kini bukan sekadar strategi branding, melainkan juga jembatan antara transportasi modern dan promosi ekonomi kreatif.
Kasus Batik Trusmi menjadi pengingat bahwa transparansi dan konsistensi kebijakan sangat Krusial agar Kesempatan kolaborasi semacam ini Bisa berjalan berkelanjutan.
Baca Juga: Stasiun Nagreg Jadi Stasiun Kereta Api Tertinggi di Indonesia
Sumber:
https://bisnis.jakartamrt.co.id/naming-right
Nikola Jokic memperoleh 27 poin, 13 rebound, dan 10 asis Demi tripel-dobel-nya yang ke-19 musim…
Tak masuk rencana Ange Postecoglou musim ini, Membangun situasi pemain serba Dapat tersebut semakin sulit.…
Mensdaily – Awal Tahun 2024 terdapat beberapa perangkat baru yang dapat dipertimbangkan Demi kita Ingin…
Mensdaily.id – SUV merupakan salah satu segmen mobil yang cukup digemari di Indonesia. Melalui strategi…
Mensdaily.id - NCT merupakan salah satu boyband dengan Personil terbanyak. Tak heran, beberapa member jarang Berjumpa…
Belitung Timur, Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari Serempak Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi…
This website uses cookies.