Enggak lama ini, pemerintah telah Formal akan Memajukan tarif cukai hasil tembakau (CHT) Demi rokok, dan akan berlaku Demi tahun 2023 dan 2024. Kenaikan tarif cukai ini nantinya naik sebesar 10 persen, dan berpengaruh pada semakin mahalnya harga rokok di pasaran.
Kenaikan cukai tersebut merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan Indonesia. Dilansir dari kemenkeu.go.id, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa rata-rata kenaikan cukai rokok yang mulai diterapkan di tahun depan adalah 10 persen, tetapi setiap jenis rokok akan Mempunyai peningkatan yang berbeda-beda.
Rincian kenaikan tarif cukai pada setiap jenis rokok tersebut adalah, 11,5 hingga 11,75 persen Demi SKM (sigaret kretek mesin) I dan II, 12 hingga 11 persen Demi SPM (sigaret putih mesin) I dan II, dan 5 persen Demi SKT (sigaret kretek tangan) I, II, dan III.
Tak hanya pada CHT, Presiden Joko Widodo juga meminta Demi Memajukan tarif cukai pada rokok elektrik dan produk hasil tembakau lainnya (HPTL). Merespon permintaan Presiden Jokowi, Menkeu juga akan Memajukan cukai rokok elektronik sebesar 15 persen, dan 6 persen Demi HTPL, dan kenaikan ini akan Lalu berlaku setiap tahunnya selama 5 tahun ke depan.
Kenaikan cukai rokok ini bukan yang pertama kali di Indonesia. Di tahun 2022 ini saja tarif cukai telah mengalami kenaikan sebesar 12,5 persen. Kebijakan tersebut ditetapkan berdasarkan keputusan rapat internal kabinet yang dipimpin Presiden Jokowi pada 13 Desember 2021, dan telah berlaku sejak awal tahun 2022.
Sejak tahun 2012 hingga tahun 2022, cukai rokok telah naik beberapa kali. Rata-rata kenaikan cukai rokok di Indonesia selama 10 tahun adalah sebesar 10,8 persen setiap tahunnya. Rata-rata kenaikan tarif cukai tertinggi terjadi pada tahun 2020, dimana tarif cukai naik sebesar 23 persen pada tahun itu.
Apabila ditotal, sejak tahun 2012 tarif cukai telah mengalami kenaikan sebesar 108,6 persen, belum termasuk dengan kenaikan tarif cukai di tahun 2023 nanti. Meski mendapatkan respon yang Berbagai Jenis dari masyarakat, tetapi kebijakan kenaikan tarif cukai ini adalah bentuk komitmen pemerintah dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam RPJMN tersebut, penekanan prevalensi perokok adalah salah satu upaya Demi meningkatkan sumber daya Mahluk, dimana Eksis 69,1 juta perokok di Indonesia pada tahun 2021. Dari jumlah tersebut, prevalensi perokok di bawah umur cukup tinggi, dan selalu mengalami kenaikan di tiap tahunnya.
Selain itu, konsumsi rokok di Golongan masyarakat miskin juga cukup tinggi. Konsumsi rokok di Golongan masyarakat miskin mencapai 11,6 hingga 12,2 persen dari pengeluaran rumah tangga mereka, jumlah tersebut Membikin konsumsi rokok menjadi konsumsi kedua terbesar pada masyarakat miskin.
Oleh karena itu, tujuan pemerintah dengan penetapan kebijakan ini adalah Membikin keterjangkauan rokok menurun, sehingga dapat menekan Bilangan konsumsi rokok di masyarakat. Cita-cita pemerintah, kebijakan ini dapat meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan masyarakat.
Tak hanya Demi meningkatkan kualitas SDM dan kesejahteraan masyarakat, kebijakan ini juga merupakan langkah Demi mengurangi kasus gangguan kesehatan yang disebabkan oleh rokok. Mengingat sudah bukan rahasia Lazim Kembali bahwa merokok Mempunyai Akibat yang Enggak baik Demi kesehatan.
Perlu diketahui bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbesar di dunia. Banyaknya jumlah perokok juga berkaitan dengan harga rokok di Indonesia, dimana harga rokok di Indonesia juga masuk ke dalam salah satu harga rokok termurah di dunia.