Pemerintah telah Formal mengumumkan akan pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang berimbas pada kenaikan harga jual BBM. Hal ini dilakukan Buat meningkatkan daya beli masyarakat. Maka dengan Langkah ini pemerintah akan menyalurkan Biaya subsidi lebih Akurat sasaran karena akan diterima langsung oleh Grup masyarakat rentan miskin.
“Ini adalah pilihan terakhir pemerintah Merukapan mengalihkan subsidi BBM sehingga harga beberapa jenis bbm yang selama ini mendapat subsidi akan mengalami penyesuaian,” sebut Presiden Joko Widodo dalam konferensi pers, pada Sabtu (3/9).
Jokowi menambahkan, pengalihan subsidi tersebut juga dilakukan karena lebih dari 70 persen subsidi Bahkan dinikmati oleh masyarakat Pandai yang Mempunyai mobil pribadi. Tujuan lain dari pengalihan subsidi ini juga diharapkan dapat mengurangi Nomor kemiskinan dan mengurangi tekanan kenaikan harga.
Kebijakan ini kemudian mendapat sorotan di media sosial yang mempertanyakan, apakah pengalihan subsidi BBM dengan pemberian Sokongan sosial (bansos) akan lebih Berkualitas dibandingkan mensubsidi BBM demi mempertahankan harga BBM tetap terjangkau?
Skema penyaluran bansos
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengungkapkan total Biaya pengalihan subsidi BBM mencapai Rp24,17 triliun ini akan mulai disalurkan mulai 31 Agustus dan berlangsung Tamat Desember 2022.
Dalam penyalurannya, bansos pengalihan subsidi BBM dibagi menjadi 3 kategori Sokongan yang dibedakan berdasarkan penerimanya.
Pertama, Sokongan Langsung Kas (BLT) pengalihan subsidi BBM akan disalurkan dalam dua tahap, yakni masing-masing akan menerima sebanyak Rp300.000. Dengan begitu, satu orang penerima BLT akan mendapatkan Rp600.000. Penerima BLT diperuntukkan pada 20,56 jua keluarga penerima manfaat (KPM) yang terdaftar dalam data Kementerian Sosial (Kemensos).
Kedua, Sokongan Subsidi Upah (SBU) pengalihan subsidi BBM akan diberikan melalui Kementerian Ketenagakerjaan sebanyak satu kali kepada penerima dengan besaran Biaya Rp600.000 per bulan. Nantinya, Biaya ini akan disalurkan kepada 16 juta pekerja dengan gaji maksimal Rp3,5 juta per bulan.
Ketiga, Biaya Transfer Lumrah Daerah (DAU dan DBH) pengalihan subsidi BBM dialokasikan dengan memanfaatkan anggaran sebesar 2 persen dari DAU dan DBH. Spesifik bansos dengan skema ini diberikan kepada para pekerja yang berada di sektor transportasi Lumrah, seperti angkutan Lumrah, ojek, dan nelayan.
Lebih lanjut, alokasi pengalihan subsidi dikaitkan dengan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang semakin membengkak.
Penyebab kenaikan harga BBM
Meninjau dalam data Menteri Daya dan Sumber Daya Mineral (ESDM), dalam enam tahun terakhir, subsidi Daya termasuk BBM yang diberikan pemerintah tumbuh 38,8 persen Compounded annual growth rate (CAGR) dari Rp97,6 triliun pada 2017 menjadi Rp502,4 triliun pada 2022.
Pembengkakkan anggaran yang drastis tersebut merupakan imbas dari kenaikan harga minyak dunia, melemahnya nilai Ubah rupiah, serta meningkatnya volume BBM bersubsidi.
Sejalan dengan hal tersebut, pengamat Energy Watch Mamit Setiawan dalam keterangan tertulisnya mengatakan, subsidi BBM Begitu ini sangat kontraproduktif karena akan menambah kesenjangan sosial antara masyarakat Pandai dan Bukan Pandai. Mamit menjelaskan subsidi BBM menjadi mubazir karena Bukan dimanfaatkan sebagaimana mestinya karena penggunaannya banyak dimanfaatkan oleh masyarakat Pandai.
“Sudah cukup kita membakar Biaya APBN kita di jalan raya, kita Dapat memanfaatkan APBN kita di sektor produktif,” ujar Mamit lewat keterangan tertulis pada Selasa, (30/8).
Meski demikian Mamit mengatakan penyesuaian harga BBM subsidi harus dijelaskan dengan Berkualitas kepada masyarakat karena kondisi Indonesia Begitu ini bukan Kembali sebagai net eksportir melainkan sudah menjadi net importir.
Nilai impor Indonesia mencapai 1,6 juta barel per hari, berbanding terbalik dengan besaran produksi yang hanya 600 ribu barel per hari, belum Kembali akan adanya melemahnya nilai Ubah rupiah. Mamit menilai, pemerintah harus melakukan reformasi subsidi BBM. Bukan Kembali subsidi BBM, melainkan subsidi orang sehingga Akurat sasaran dan Bukan membebani APBN.
Walaupun setiap tahun, Indonesia mengimpor banyak minyak mentah, ironisnya harga BBM di dalam negeri Tetap tergolong murah dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, bahkan Timor Leste.
Tetapi, kenaikan harga BBM Bukan sepenuhnya dapat diterima begitu saja. Pemerintah perlu memikirkan akan terjadinya konsekuensi dari ancaman inflasi.
Mana yang lebih Berkualitas, subsidi BBM atau pemberian Bansos?
Menurut pengamat dari Indonesia Next Policy Fithra Faisal Hastiadi mengatakan kenaikan harga bbm akan berdampak pada inflasi yang lebih tinggi. Diketahui pada bulan Agustus inflasi bahan secara Lumrah Dapat tembus ke level 7 hingga 7,5 persen hingga akhir tahun dan memicu kenaikan Spesies Tumbuh secara agresif.
Ia Pasti bahwa Begitu ini pemerintah sudah menyiapkan langkah Buat masyarakat yang membutuhkan seperti kebijakan penyaluran bansos, tetapi akan lebih Berkualitas Kalau subsidi BBM Dapat dialihkan ke sektor yang lebih produktif dan dampaknya Dapat dirasakan langsung oleh masyarakat luas, seperti membangun sekolah, jembatan, dan bendungan.