Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebut, perubahan iklim Membangun kenaikan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Indonesia. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Imran Pambudi mengatakan pada 2023 mereka berhasil menurunkan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dari 143 ribu ke 115 ribu, Tetapi perubahan iklim pada 2024 Membangun kasusnya kembali naik.
Imran bilang, sistem Analisa Dengue perlu ditingkatkan agar dapat mengetahui penyakit yang bersifat zoonosis serta yang disebabkan oleh lingkungan.
“Kita butuh deteksi, seperti yang Pak Menteri bilang, yang menyebut tentang rapid test, karena ini perlu didistribusikan di fasilitas kesehatan dasar kita, karena Dengue Mempunyai (konsekuensi) yang parah apabila telat ditangani,” ujar Imran dalam Arbovirus Summit yang disiarkan di kanal YouTube Kemenkes RI di Jakarta, Senin (22/4/2024), seperti dikutip via ANTARA.
Dia juga mengatakan bahwa setelah COVID-19, gejala-gejala Dengue sudah Enggak Tengah berupa gejala klasik, sehingga perlu diwaspadai. Menurutnya, Sekeliling 50 persen kasus Dengue Enggak Mempunyai gejala.
Oleh karena itu, kata dia, perlu adanya sistem yang sensitif guna mendeteksi penyakit tersebut. Sistem tersebut, kata dia, harus dapat mendeteksi penyakit Bagus yang ditularkan melalui binatang atau disebabkan karena lingkungan, termasuk yang terdampak perubahan iklim.
“Perubahan iklim tak hanya membebani pelayanan kesehatan, karena Membangun kasus semakin naik dan naik, tetapi kami juga menimbang bahwa perubahan iklim akan membebani sistem kesehatan. Sebagai Misalnya, kekeringan,” katanya.
Ketika desa diterpa kekeringan, kata dia, orang-orang pun pindah ke kota. Ketika pindah ke kota, maka kota semakin padat dan hal itu dapat Membangun kasus semakin naik.