Indonesia mencatat sejarah baru dengan inflasi terendah sebesar 1,57% pada 2024, menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS). Kondisi ini menyoroti tantangan berupa melemahnya daya beli masyarakat, khususnya kelas menengah, yang jumlahnya Lalu menurun dalam lima tahun terakhir.
Dengan kontribusi konsumsi kelas menengah yang signifikan terhadap perekonomian nasional, rendahnya inflasi ini mencerminkan pelemahan permintaan domestik dan ketimpangan kebijakan moneter-fiskal, yang memerlukan perhatian serius.
Baca Juga: Akhir 2024: IHSG Anjlok, Rupiah Melemah, dan Inflasi di Ambang Sasaran
Menghadapi Inflasi Terendah Sepanjang Sejarah Indonesia
BPS dan Bank Indonesia mencatat inflasi Indonesia pada 2024 sebesar 1,57%, menjadi yang terendah sejak penghitungan inflasi dimulai pada 1958. Bahkan, Bilangan ini lebih rendah dibandingkan Begitu puncak pandemi Covid-19 pada 2020, yang mencatatkan inflasi sebesar 1,68%.
Inflasi Indonesia dalam lima tahun terakhir menunjukkan fluktuasi yang signifikan antara Sasaran dan realisasi. Pada 2019, realisasi inflasi sebesar 2,72% dari Sasaran 3,5%, sementara pada 2020—tahun pandemi Covid-19—inflasi turun drastis menjadi 1,68% dari Sasaran 3%.
Tren penurunan ini berlanjut hingga 2021 dengan realisasi sebesar 1,87% dari Sasaran 3%, sebelum melonjak ke 5,51% pada 2022 akibat kenaikan harga pangan pokok. Pada 2023, inflasi kembali menurun ke 2,61%, dan pada 2024 mencatat Bilangan terendah sepanjang sejarah, Yakni 1,57%, jauh di bawah Sasaran 2,5%
Kenapa Inflasi Anjlok?
Elemen Esensial penurunan inflasi pada 2024 adalah melandainya harga pangan pokok yang sebelumnya melonjak pada 2022-2023. Grup makanan, minuman, dan tembakau menyumbang inflasi tertinggi dengan kontribusi 0,55%. Tetapi, Grup transportasi Bahkan mengalami deflasi sebesar 0,04%, menambah tekanan pada laju inflasi.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, menyebut bahwa harga Grup makanan, minuman, dan tembakau mengalami kenaikan sebesar 1,90%, Tetapi kontribusinya pada inflasi Standar tetap kecil. Stabilitas harga ini menjadi kunci inflasi rendah, meskipun Grup pengeluaran lain, seperti transportasi, mengalami deflasi.
“Sekarang (penghitungan inflasi) sudah berkembang. Kami menggunakan data 150 kota di 38 provinsi,” kata Pudji di Konferensi Pers (02/01).
Dari sisi kebijakan, kenaikan Spesies Kembang yang agresif dan peningkatan beban pajak juga mempengaruhi daya beli masyarakat. Hal ini diperparah dengan tren negatif pada sektor riil, sebagaimana terlihat dari penurunan Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur sejak pertengahan 2024.
Berkurangnya Kelas Menengah
Pada 2024, jumlah kelas menengah di Indonesia turun drastis menjadi 47,85 juta orang, dari 57,33 juta pada 2019. Sebagian besar dari mereka kini berada dalam Grup calon kelas menengah, yang angkanya melonjak menjadi 137,50 juta orang. Penurunan ini membawa Pengaruh signifikan pada daya beli dan konsumsi masyarakat.
Kelas menengah selama ini dikenal sebagai motor penggerak ekonomi. Pada 2023, total konsumsi Grup calon kelas menengah dan kelas menengah menyumbang 82,3% dari total konsumsi rumah tangga, yang menjadi 55% dari PDB nasional. Tetapi, penurunan daya beli pada Grup ini menyebabkan perlambatan pertumbuhan konsumsi rumah tangga, yang hanya mencapai 4,91% pada Kuartal III 2024.
Sejumlah kebijakan ekonomi, seperti kenaikan Spesies Kembang dan pajak, turut memperburuk situasi ini. Akibatnya, banyak masyarakat yang kesulitan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga sektor konsumsi dan industri turut terdampak.
Baca Juga: Penduduk Kelas Menengah Indonesia Turun Kelas