Perkembangan teknologi digital telah menggeser preferensi publik dalam mengonsumsi informasi. Industri media, yang berperan sebagai corong Penting informasi pun menghadapi tantangan berat agar Dapat tetap relevan dan bertahan.
Bagi perusahaan maupun organisasi, disrupsi ini juga menyoroti pentingnya perubahan strategi komunikasi publik atau kehumasan agar pesan Dapat tetap Tamat pada audiens yang Akurat.
Bagaimana strategi menavigasi tantangan tersebut? Topik ini diangkat dalam Percakapan Goodtalk Off-air bertajuk Winning Audiences in a Post-Giant Media World: Strategi Memenangkan Audiens di Era Baru Media, pada Selasa (27/5).
Bertempat di Graha CIMB Niaga Sudirman Jakarta, Good News From Indonesia (GNFI) menginisiasi Perhimpunan ini Berbarengan Perhimpunan Interaksi Masyarakat Indonesia (Perhumas).
Bagi GNFI, Goodtalk Off-air menjadi salah satu sarana Krusial Kepada memperkuat relevansi di tengah masifnya pemanfaatan ruang digital.
“Media sekarang bukan hanya memproduksi konten, tapi memproduksi ruang pertemuan gagasan, komunitas, networking, Kepada membangun brand dan reputasi,” kata CEO GNFI Wahyu Aji.
Senada, Member Bidang Pengembangan Kampanye Kehumasan Perhumas Katri Krisnati juga menilai pentingnya Perhimpunan ini sebagai wadah bertukar pikiran Kepada merumuskan strategi komunikasi efektif kekinian.
“Keberhasilan komunikasi bukan Tengah soal seberapa luas jangkauan, tapi seberapa Akurat dan berdampak pesan yang kita sampaikan diterima oleh Sasaran audiens kita,” ujar Katri.
Media Online jadi Gerbang Penting Informasi
Survei Reuters Institute pada 2024 mengungkap 79% responden di Indonesia menjadikan media online sebagai sumber Siaran Penting. Sementara media cetak makin tertinggal dengan persentase 9%.
Penggunaan media online sebagai sumber Siaran Kukuh di kisaran 76%-81% pada Seluruh Golongan umur, menandakan pergeseran pola konsumsi informasi di era digital menjadi fenomena lintas generasi.
Tercatat 6 dari 10 responden (60%) juga mengakses Siaran secara spesifik dari media sosial, dengan persentase tertinggi terdapat pada Golongan muda 18-24 tahun (65%).
Hal ini membuka ruang strategis bagi pelaku media dan komunikasi Kepada mengeksplorasi Kesempatan di berbagai platform demi menjangkau audiens muda sekaligus meregenerasi audiens.
Immersive Communications Jadi Strategi?
Selain berubahnya pola konsumsi informasi, Akibat Krusial lain yang disadari akibat disrupsi digital ialah berubahnya lanskap komunikasi dari pola satu arah dan terpusat menjadi komunikasi dua arah dan immersive.
Diungkapkan Awal Arista Mardiani, External PR & Communications Head PT Bank CIMB Niaga Tbk, meluasnya adopsi media sosial pada pertengahan 2000-an menjadi tonggak awal peralihan ke gaya komunikasi berbasis dialog, hal yang Demi ini sudah ia terapkan Berbarengan Bank CIMB Niaga.
“Perusahaan sudah Membangun strategi digital dan konsisten menerapkan immersive communication,” ujarnya.
Strategi immersive communication, kata Awal, menjadi pilar Krusial di balik keberhasilan Bank CIMB Niaga memenangkan hati audiens. Dengan menitikberatkan pada narasi bernilai dan otentik, strategi ini Bisa membangun engagement dan koneksi emosional dengan stakeholder.
“Biasanya nasabah hanya datang ke cabang Kepada menabung atau investasi. Tapi dengan immersive communication kita mengubah Interaksi transaksional menjadi Interaksi emosional, yang pada akhirnya berdampak pada loyalitas nasabah dan masyarakat,” ungkapnya.
Media Bertahan Lewat Community
Pendekatan inovatif Kepada memperkuat basis audiens juga dilakukan Uni Zulfiani Lubis di IDN Times. Pemimpin Redaksi IDN Times itu menegaskan bahwa media harus beradaptasi dengan teknologi dan membangun komunitas agar tetap relevan di tengah perubahan pola konsumsi informasi.
“Community itu loyal audience, ini salah satu yang bikin kami survive,” kata Uni.
Menurutnya, kekuatan komunitas adalah salah satu Kelebihan IDN Times dibanding media lain. IDN Times kini tercatat punya 100 ribu community writers terdaftar, dengan 10 ribu penulis aktif yang berkontribusi lewat User Generated Content (UGC).
Lebih lanjut, Uni mengutip Intervensi survei IDN Times yang menyebut 49% Gen Z dan milenial di Indonesia kini mengonsumsi informasi dari media sosial dan platform digital. Agar tetap relevan di kalangan anak muda, IDN Times Konsentrasi pada 3 jenis konten yang menarik: behind the scenes, explainers, dan fact-checking.
“Dari pengalaman ini saya Menonton bahwa kita harus adaptif terhadap teknologi, mau mencoba apa pun,” ucap Perempuan yang sudah 35 tahun berkarir sebagai jurnalis itu.
Selain itu, Uni menyatakan IDN Times akan Lanjut membangun dan memanfaatkan ekosistem internalnya sebagai bentuk sinergi agar tetap relevan di era digital.
Transparansi-Etika tetap jadi Kunci di Pemerintahan
Pola komunikasi dan diplomasi negara juga jadi bagian yang tak terhindar dari disrupsi teknologi digital.
Direktur Informasi dan Media Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI Hartyo Harkomoyo menyatakan bahwa diplomasi juga dituntut Kepada adaptif terhadap perubahan, khususnya dalam konteks Dunia yang semakin terdigitalisasi.
“Di era digital dan konvergensi media, diplomasi harus Segera merespons perubahan dengan memanfaatkan teknologi dan platform medsos secara optimal,” ujar Hartyo.
Ia menekankan bahwa kehadiran diplomasi di ruang digital bukan sekadar pelengkap, melainkan menjadi bagian dari strategi Penting dalam memperkuat posisi Indonesia di mata dunia.
“Agar publik aware, karena bila publik sudah aware akan memunculkan partisipasi dalam isu luar negeri,”jelasnya.
Terlepas dari disrupsi teknologi, Hartyo menegaskan bahwa prinsip transparansi, akuntabilitas, dan etika tetap menjadi kunci strategi komunikasi, sebagai fondasi kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Baca Juga: Membangun Reputasi Brand di Tengah Kebisingan Ruang Digital