Business

Burden Sharing BI Dukung Pembiayaan Program Asta Cita: Apa Dampaknya Buat Indonesia?

Burden sharing adalah skema kerja sama antara Bank Indonesia (BI) dan Pemerintah dalam membagi beban biaya Tumbuh dari penerbitan Surat Berharga Negara atau SBN Buat mendanai program prioritas pemerintah.

Dalam konteks program Asta Cita yang diusung oleh Presiden Prabowo Subianto, burden sharing ini dilakukan sebagai upaya memberikan dukungan finansial melalui pembelian SBN oleh BI di pasar sekunder.

Skema ini berbeda dengan Ketika pandemi COVID-19, karena pembelian kali ini dilakukan di pasar sekunder, bukan pasar Primer. Intinya, BI ikut serta membiayai program pemerintah dengan Langkah berbagi beban Tumbuh SBN, sehingga biaya beban Tumbuh yang harus ditanggung pemerintah menjadi lebih ringan.

Secara teknis, burden sharing dilakukan dengan memberikan tambahan Tumbuh pada rekening Pemerintah yang Terdapat di BI. Skema ini selaras dengan peran BI sebagai pemegang kas pemerintah, sesuai dengan ketentuan undang-undang yang mengatur Rekanan fiskal dan moneter di Indonesia.

Tujuan Burden Sharing Buat Program Asta Cita

Tujuan Primer dari burden sharing yang dilakukan oleh BI adalah Buat meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam rangka mendanai program-program ekonomi kerakyatan dalam Asta Cita.

Program Asta Cita sendiri merupakan paket proyek prioritas pemerintah yang bertujuan Buat mempercepat pembangunan infrastruktur, perumahan rakyat, serta mendukung koperasi dan UMKM di pedesaan seperti Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).

Baca Juga:  Eksis 121 Ribu Tenaga Kerja Terlibat Mogok Kerja Sepanjang 2022, 973 Ribu Jam Kerja Hilang

Dengan adanya skema burden sharing, diharapkan beberapa hal Bagus dapat tercapai diantarannya yakni beban Tumbuh atas penerbitan SBN dapat dibagi rata antara BI dan Pemerintah, mendorong sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter yang prudent dan tetap menjaga stabilitas ekonomi, dan memberikan ruang fiskal yang lebih luas bagi Pemerintah Buat menjalankan program-program pro-rakyat tanpa menambah tekanan defisit anggaran.

Disamping itu dengan adanya skema ini, diharapkan dapat pula mengurangi risiko kredit dan menahan tingkat Etnis Tumbuh dari SBN agar program pembiayaan rakyat menjadi lebih terjangkau, hingga mendukung stabilitas perekonomian nasional secara keseluruhan.

Dengan kata lain, langkah ini merupakan bagian dari upaya BI Buat mendukung program pemerintah tanpa harus “cetak Duit asta cita” secara Bukan terkendali, melainkan melalui mekanisme pembagian beban Tumbuh yang terukur dan diawasi ketat.

Nilai dan Pembagian Burden Sharing

Bank Indonesia sudah melakukan pembelian surat berharga negara (SBN) Buat program Asta Cita dengan nilai mencapai Rp 200 triliun. Pembelian ini dilakukan di pasar sekunder agar Bukan mengganggu mekanisme pasar.

Baca Juga:  Ini Daftar Franchise Paling Untung Sedunia, McD Urutan Berapa?

Pembagian beban Tumbuh (burden sharing) dilakukan dengan prinsip pembagian secara rata antara BI dan Pemerintah setelah dikurangi penerimaan dari penempatan Anggaran Pemerintah di lembaga keuangan domestik. Secara rinci pembagian beban Tumbuh adalah sebagai berikut:

Pembagian Beban Tumbuh | Mensdaily

Formula dasar yang digunakan adalah Tumbuh SBN dikurangi penempatan Anggaran Pemerintah di bank, selanjutnya sisa biaya Tumbuh ini dibagi dua Buat masing-masing pihak. Dengan mekanisme ini, BI dan Pemerintah masing-masing menanggung Sekeliling 50% dari total beban Tumbuh yang terkait dengan pembiayaan program Asta Cita.

Pengaruh Negatif dari Burden Sharing

Meskipun Mempunyai banyak tujuan positif, penerapan burden sharing ini juga Bukan lepas dari risiko dan Pengaruh negatif yang perlu diwaspadai. Diantara Pengaruh samping negatif yang mungkin terjadi yakni yang pertama, adanya risiko inflasi.

Hal ini karena BI secara Bukan langsung “mencetak Duit asta cita” dengan menambah likuiditas melalui pembelian SBN, hal ini Pandai memicu inflasi Apabila likuiditas beredar terlalu besar tanpa diimbangi dengan produksi barang dan jasa yang memadai.

Yang kedua, buramnya independensi BI yang disebabkan oleh ketergantungan BI terhadap pembiayaan pemerintah, sehingga dapat mengaburkan fungsi BI sebagai otoritas moneter yang independent. Padahal Sebaiknya dapat menjaga kestabilan harga dan nilai Ganti. Skema burden sharing dalam jangka panjang sendiri Pandai menimbulkan keraguan terhadap kredibilitas BI di mata investor dan pasar.

Baca Juga:  Trump Ancam Tarif, Harga iPhone Bisa Naik dan Saham Apple Langsung Anjlok

Yang ketiga yakni dikenal dengan moral hazard. Dimana Pemerintah mungkin kurang disiplin dalam pengelolaan fiskal karena Terdapat beban Tumbuh yang ditanggung Berbarengan, sehingga risiko pemborosan anggaran dan pembiayaan yang Bukan efektif Pandai sangat meningkat.

Selanjutnya yakni adanya risiko pada nilai Ganti. Kebijakan monetisasi utang ini berpotensi menimbulkan tekanan pelemahan nilai Ganti rupiah, terutama Apabila dipandang sebagai sinyal bahwa pemerintah terlalu bergantung pada pembelian SBN oleh BI.

Dan yang terakhir ialah, adanya risiko penurunan kepercayaan investor, kendati Apabila skema burden sharing berjalan Maju-menerus dan secara berlebihan, potensi penurunan sovereign credit rating dan kepercayaan investor terhadap Indonesia Pandai terjadi, sehingga biaya pendanaan negara akan meningkat.

Oleh karena itu, pengawasan yang ketat serta sinergi kebijakan moneter dan fiskal yang berkelanjutan sangat Krusial Buat memastikan bahwa skema burden sharing ini dapat berjalan efektif tanpa menimbulkan risiko makro ekonomi yang lebih besar.

MensDaily hadir di tengah kesibukan dan tuntutan hidup, pria butuh ruang untuk mendengarkan, mengemukakan pendapat, dan mendapatkan inspirasi.

Get Latest Updates and big deals

    Mens Daily @2025. All Rights Reserved.