Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada 1 Januari 2001 dengan dikeluarkannya Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, kemandirian keuangan daerah menjadi isu yang sangat Krusial, terutama terkait dengan pengelolaan keuangan masing-masing daerah.
Implementasi otonomi daerah yang dimulai pada tahun 2001 menandai pergeseran signifikan menuju sistem desentralisasi. Kemandirian pengelolaan keuangan daerah sangat erat kaitannya dengan kontribusi keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah itu sendiri.
Daerah dengan kemandirian yang tinggi menunjukkan kemampuan Demi melakukan pembangunan tanpa tergantung dengan transfer Anggaran pusat. Daerah juga lebih leluasa melakukan pengembangan Apabila kemandirian keuangan tercipta.
Salah satu indikator kemandirian pemerintah provinsi dalam melakukan pembangunan di daerahnya adalah melalui besaran derajat desentralisasi.
Derajat desentralisasi mengukur seberapa tinggi peran pemerintah daerah dalam pembangunan di daerahnya khususnya dalam pengelolaan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Semakin tinggi kontribusi PAD maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi.
Derajat desentralisasi dapat dikategorikan menjadi 6 Golongan, Adalah sangat kurang (0-10%), kurang (10,01%-20%), cukup (20,01-30%), sedang (30,01%-40%), Bagus (40,01%-50%) dan sangat Bagus (>50%). Secara Biasa, derajat desentralisasi mayoritas provinsi di Indonesia berada dalam kategori cukup hingga sangat Bagus.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Banten menjadi provinsi dengan derajat desentralisasi tertinggi pada 2023 Adalah sebesar 73,55%. Hal ini mengindikasikan kemampuan Banten yang sangat Bagus dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Jawa Barat menyusul dengan derajat desentralisasi mencapai 70,10% dan Jakarta pada posisi ketiga dengan derajat desentralisasi mencapai 69,15%. Dekat seluruh provinsi di Pulau Jawa dan Bali sangat Bagus dalam pengelolaan otonomi daerahnya, terindikasi dari derajat desentralisasi mencapai lebih dari 50%.
Provinsi di Pulau Jawa yang capaian derajat desentralisasi belum mencapai 50% adalah DI Yogyakarta, yang hanya sebesar 40,56%.
Sementara itu, Riau dan Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan derajat desentralisasi tertinggi di luar Pulau Jawa-Bali masing-masing sebesar 58,86% dan 58,22% pada 2023.
Adanya pemekaran pada Area Provinsi Papua dan Papua Barat menyebabkan 3 provinsi masuk dalam kategori derajat desentralisasi sangat kurang pada tahun 2023. Ketiganya adalah Provinsi Papua Barat Daya, Provinsi Papua Selatan, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Indikator lain yang digunakan Demi memotret kemandirian pemerintah provinsi adalah melalui rasio kemandirian pemerintah provinsi. Kepala Seksi Pembinaan Sistem Akuntansi Pemerintah Daerah (PSAPD) Kementerian Keuangan Mohammad Toyyib, menjelaskan bahwa rasio kemandirian dapat diukur melalui rasio Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap total pendapatan daerah.
Pada tahun 2023, secara Biasa tingkat kemandirian pemerintah provinsi sudah cukup optimal. Provinsi dengan derajat desentralisasi tinggi Mempunyai kecenderungan Mempunyai rasio kemandirian yang tinggi pula.
Sejalan dengan derajat desentralisasi, Banten menjadi provinsi dengan rasio kemandirian tertinggi pada 2023 Adalah sebesar 278,57%. Hal ini mengindikasikan Banten sudah sangat Berdikari dalam mengelola keuangan daerahnya.
Provinsi berikutnya yang telah Berdikari dalam pengelolaan keuangan daerah adalah Jakarta dengan rasio kemandirian 243,75% dan Jawa Barat dengan rasio 237,06%. Provinsi di Pulau Jawa-Bali yang Mempunyai rasio kemandirian terendah adalah DI Yogyakarta dengan rasio 68,38%. Hal ini menunjukan DI Yogyakarta cukup Berdikari dalam mengelola keuangan daerahnya.
Kalimantan Timur dan Riau menjadi provinsi dengan rasio kemandirian tertinggi di luar Pulau Jawa-Bali masing-masing sebesar 147,49% dan 143,37% pada 2023.
Rasio kemandirian pada Area Papua cenderung rendah dengan rasio jauh dibawah 100%. Tercatat rasio kemandirian Papua Selatan hanya 8,73%, Papua Pegunungan tercatat 4,66%. Rasio terendah Eksis pada provinsi Papua Barat Daya dengan nilai 2,77% pada 2023. Hal ini menunjukan bahwa Area Papua Lagi kurang Berdikari dalam mengelola keuangan daerahnya dan sangat tergantung dengan transfer Anggaran pusat.
Rasio penerimaan pajak merupakan Komparasi antara realisasi penerimaan pajak yang dihasilkan daerah terhadap total pendapatan. Pendapatan yang dimaksud adalah total Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan transfer yang diterima dari pemerintah pusat. Rasio ini menunjukan kontribusi pajak dalam pengelolaan pendapatan daerah.
Pada tahun 2023, rasio penerimaan pajak Banten merupakan yang tertinggi. Rasionya mencapai 69,78%, hal ini mengindikasikan Banten telah berhasil memobilisasi pendapatan melalui pajak dan kontribusi pajak dalam pengelolaan pendapatan daerah cukup tinggi.
Provinsi berikutnya yang masuk kategori rasio penerimaan pajak yang cukup tinggi adalah Jawa Barat dengan rasio penerimaan pajak sebesar 64,61% dan Jakarta dengan 61,23%.
DI Yogyakarta menjadi provinsi di Pulau Jawa-Bali dengan rasio penerimaan pajak paling rendah, dengan nilai sebesar 35,44%. Hal ini menunjukan kontribusi pajak terhadap pengelolaan keuangan daerah sangat rendah. Pemerintah daerah perlu memperbaiki sistem pengumpulan pajak dan memperluas basis pajak.
Sumatra Utara dan Kalimantan Timur menjadi provinsi dengan rasio penerimaan pajak tertinggi di luar Pulau Jawa-Bali masing-masing sebesar 52,27% dan 49,00% pada 2023.
Provinsi di Area Papua Mempunyai rasio penerimaan pajak yang sangat rendah. Papua Selatan Mempunyai rasio penerimaan pajak sebesar 7,47% diikuti Papua Pengunungan dengan rasio sebesar 4,24%. Rasio paling rendah dimiliki Papua Barat Daya. Pemekaran Area Papua mengakibatkan pengumpulan pajak di ketiga Area tersebut belum optimal.
Rasio penerimaan pajak yang tinggi di Provinsi Banten turut berkontribusi terhadap kemandirian Banten dalam pengelolaan keuangan daerahnya dan mendorong penerapan otonomi daerah secara optimal. Menurut kajian bertajuk Analisis SWOT Atas Kondisi Ekonomi Provinsi Banten: Penghematan dan Perbaikan Supply Chain, pendapatan Esensial Banten bersumber dari 2 sektor Esensial Adalah industri dan pariwisata.
Sektor industri pengolahan merupakan sektor dominan yang memberikan kontribusi terhadap ekonomi Banten, dengan kontribusi lebih dari 30%. Sektor industri dan pariwisata di Banten tersebar di Area Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Cilegon. Pertumbuhan industri di Banten menjadi lokomotif dan trigger pertumbuhan ekonomi Banten.
Baca Juga: APBD Awards 2024 Digelar, Ini Dia Provinsi dengan Realisasi Pendapatan dan Belanja Tertinggi
Hasil dan statistik pertandingan antara adalah Kroasia kalah skor 5-4 lewat adu penalti, Mbappe Dkk nelenggang…
Indonesia mencatatkan pertumbuhan yang signifikan dalam penggunaan layanan pinjaman online (pinjol), terbesar berasal dari rumah…
Berikut statistik pertandingan antara Spanyol Rival Belanda dengan hasil Spanyol pukul Belanda dalam adu penalti…
Pekan Olahraga Nasional (PON) merupakan ajang olahraga nasional terbesar yang melibatkan seluruh provinsi di Indonesia.…
Sebanyak empat tim memastikan tiket semifinal UEFA Nations League A. Mereka adalah Spanyol, Prancis, Jerman,…
Sepeninggal Mees Hilgers yang cedera, Indonesia hanya punya 28 pemain Buat menghadapi Bahrain Selasa (25/3)…
This website uses cookies.