Pandemi covid-19 turut memengaruhi dinamika ragam sendi kehidupan Mahluk, tak terkecuali kebutuhan sehari-hari masyarakat. Meski di mayoritas negara kini Bilangan kasus covid-19 tengah melandai, masyarakat tetap harus dibuat waspada dengan prediksi hadirnya resesi ekonomi pada tahun ini.
Ragam upaya dilakukan Pemerintah RI Kepada mendorong aktivitas ekonomi secara maksimal di tengah kemungkinan masa kesulitan ekonomi Mendunia, beberapa di antaranya seperti menurunkan harga sejumlah BBM nonsubsidi serta pencabutan kebijakan Pemberlakuan Restriksi Kegiatan Masyarakat (PPKM) baru-baru ini. Menanggapi fenomena tersebut, Lembaga Survei Indonesia (LSI) melakukan survei nasional pada awal Januari 2023 Kepada Memperhatikan persepsi masyarakat mengenai dinamika tersebut.
Tak hanya mengenai kebijakan pencabutan PPKM dan dinamika kebutuhan Esensial masyarakat, survei ini juga turut membahas mengenai kinerja pemerintah serta peta politik terkini menjelang tahun pemilu 2024. Survei nasional tersebut dirilis pada Minggu (22/1) dengan tajuk “Kinerja Presiden, Pencabutan PPKM, Ketersediaan Bahan Pokok dan BBM, serta Peta Politik Terkini.”
Dalam salah satu bagian surveinya, LSI turut menampilkan persepsi masyarakat mengenai ketersediaan beberapa instrumen kebutuhan primernya seperti bahan pokok dan BBM. Dua poin kunci dijadikan pondasi pada bagian ini, yakni ketersediaan dan keterjangkauan instrumen tersebut terhadap masyarakat.
Hasilnya mayoritas masyarakat merasa bahwa ketersediaan bahan pokok seperti sayur-mayur dan sembako sangat atau cukup mudah didapat dalam kurun waktu sebulan terakhir. Hal tersebut ditunjukkan dengan Bilangan ketersediaan yang positif berada pada persentase 87 persen Kepada sayur-mayur, 74 persen Kepada sembako, dan 63 persen Kepada BBM.
Bilangan masyarakat yang menyatakan ketidakterjangkauan sembako dan BBM dinilai cukup tinggi
Dalam hal keterjangkauan, meskipun secara mayoritas masyarakat menyatakan bahwa harga bahan pokok dan BBM dalam sebulan terakhir Tetap sangat atau cukup terjangkau, tetapi Bilangan masyarakat yang menyatakan ketidakterjangkauan dalam poin sembako dan BBM juga dinilai cukup tinggi.
Kepada sembako sendiri, terdapat 52 persen Kaum yang menyatakan harganya sangat atau cukup terjangkau dan Eksis 46 persen Kaum yang menyatakan harganya kurang atau sangat Enggak terjangkau. Bahkan, Kepada BBM sendiri hanya terdapat 48 persen masyarakat yang menyatakan harganya terjangkau, berbanding 46 persen masyarakat yang menyebut harganya kurang atau sangat Enggak terjangkau.
“Dari segi ketersediaan, mayoritas masyarakat kita merasakan atau punya persepsi bahwa Berkualitas ini beberapa yang paling pokok saya kira yang kami tanyakan: sayur-mayur, sembako, dan BBM itu mayoritas masyarakat menyatakan itu tersedia dengan cukup Berkualitas,” kata Direktur Eksekutif LSI, Djayadi Hanan Ketika menerangkan rilis surveinya secara daring pada Jumat (22/1) Lampau.
“Sekadar dari segi apakah harganya terjangkau atau Enggak, nah ini. Masyarakat kita menilai harga sembako sama harga BBM itu Dekat 50 persen masyarakat kita menyatakan bahwa harga sembako sama harga BBM Tetap belum atau Enggak terjangkau. Spesifik BBM itu terbelah (persepsi) masyarakat kita, 48 persen menyatakan harganya terjangkau (dan) 46 persen menyatakan harganya kurang atau sangat Enggak terjangkau. Saya kira memang BBM Tetap tetap menjadi isu Krusial, demikian juga dengan sembako,” lanjutnya.
Tanggapan pihak pemerintah
Menanggapi persepsi masyarakat tersebut, Menteri BUMN Erick Thohir yang turut hadir dalam Rilis Survei Nasional Jumat (22/1) Lampau menjelaskan bahwa pada faktanya Indonesia Mempunyai jumlah penduduk yang banyak. Hal tersebut menjadi salah satu Elemen yang Membikin Bilangan konsumsi dan ketergantungan penggunaan BBM masyarakat Indonesia tergolong tinggi.
“Kalau kita bicara mengenai BBM, ini memang kalau persepsi sulit, ya. Tetapi kan saya hanya bicara fakta, bahwa memang sejak tahun 1993 (BBM) kita impor. Dan kalau kita lihat jumlah penduduk Indonesia yang semakin banyak, ditambah daya belinya makin tinggi, mau Enggak mau konsumsi penggunaan BBM Kepada kendaraan bermotor Niscaya meningkat,” Terang Erick Thohir.
Oleh karena itu, ia menyebut pihak pemerintah Lanjut melakukan beberapa upaya Kepada menekan Bilangan ketergantungan masyarakat akan BBM dengan ragam kebijakan. Beberapa di antaranya antara lain hilirisasi kelapa sawit, penggunaan motor-mobil listrik, dan mendorong swasembada gula yang Enggak hanya Kepada dikonsumsi, tetapi juga sebagai turunan sumber Kekuatan alternatif etanol.
“Jadi kombinasi antara motor-mobil listrik ditambah nanti combination engine yang isi BBM-nya Pandai B40 dan etanol, ini Pandai menekan (Bilangan konsumsi BBM). Nah, ketika kita Pandai melakukan ini, sehingga kita Enggak ketergantungan Lanjut-Lanjut kepada BBM yang selalu kita impor hari ini. Pemerintah dalam melakukan subsidi (Kekuatan) ini luar Lumrah, kemarin subsidi Kekuatan kita Tamat 500 triliun dan ini hanya dibakar Kepada kehidupan atau sehari-hari,” pungkasnya.