Republik Indonesia

Apakah Ini Politik? Hukuman Penjara Mantan Menteri Indonesia Thomas Lembong Memicu Perdebatan

Vonis penjara baru-baru ini terhadap mantan menteri perdagangan Indonesia telah menimbulkan kecurigaan atas dugaan motivasi politik, mengingat loyalitas terdakwa kepada politisi oposisi.
Jumat lalu, hakim di pengadilan tindak pidana korupsi di Jakarta menjatuhkan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp750 juta (US$46.000) kepada Thomas Trikasih Lembong atas pemberian izin impor gula secara tidak sah, yang menurut jaksa penuntut umum merupakan surplus produksi lokal, saat ia menjabat sebagai menteri perdagangan pada periode 2015-2016. Jaksa sebelumnya menuntut Lembong dengan hukuman penjara tujuh tahun.
Produksi gula pada tahun 2015 mencapai 2,49 juta ton, sementara konsumsi dalam negeri mencapai 2,12 juta ton, menurut data Badan Pusat Statistik. Jaksa juga berargumen bahwa kebijakan tersebut dikeluarkan tanpa pembahasan antarkementerian, serta rekomendasi dari Kementerian Perindustrian.

Tim pembela Lembong membantah melakukan kesalahan, dengan mengatakan bahwa saat itu terjadi defisit gula.

Lulusan Harvard, Lembong, adalah manajer kampanye untuk kandidat yang kalah, Anies Baswedan, dalam pemilihan presiden tahun lalu. Keduanya pernah menjabat sebagai menteri dalam kabinet periode pertama mantan presiden Joko Widodo, sebelum mereka dirombak pada Juli 2016.
Lembong pernah menjadi sekutu dekat Widodo, karena telah menulis pidato untuk Widodo sejak tahun 2013, saat ia menjabat sebagai gubernur Jakarta, hingga akhir masa jabatan pertamanya di tahun 2019. Di antara pidato-pidato Lembong yang terkenal untuk Widodo adalah pidatonya yang sarat dengan adegan Game of Thrones saat pertemuan Dana Moneter Internasional di Bali pada tahun 2018, ketika mantan presiden tersebut mengatakan “musim dingin akan datang” karena ekonomi global yang tidak stabil.

Baca Juga:  6 Fakta Menarik Gunung Semeru, Yuk Cari Tahu Sebelum Mendaki

Dalam pemilihan tahun lalu, Jokowi secara diam-diam mendukung calon Presiden Prabowo Subianto, yang kemudian menunjuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, sebagai calon wakil presiden.
Di pengadilan pada hari Jumat, Alfis Setiawan, salah satu hakim, mengatakan kebijakan impor Lembong pada tahun 2015 telah menyebabkan kerugian negara sebesar 194,72 miliar rupiah (US$11,9 juta), jauh lebih rendah dari perkiraan jaksa penuntut umum sebesar 578,1 miliar rupiah. Pengadilan memutuskan bahwa Lembong, sebagai menteri perdagangan, “tampaknya memprioritaskan ekonomi kapitalis daripada sistem ekonomi demokrasi”, dengan menunjukkan bahwa sistem ekonomi demokrasi lebih mengutamakan “kesejahteraan umum dan keadilan sosial”.

Alfis mengatakan Lembong tidak berkewajiban mengembalikan aset keuangan apa pun kepada negara karena ia tidak memperoleh keuntungan pribadi dari tindak pidana korupsi yang dilakukannya. Ia juga tidak memiliki mens rea, atau niat untuk melakukan perbuatan melawan hukum, ketika ia menyetujui kebijakan impor tersebut.

Baca Juga:  Presiden Dan Menteri Bahas Pembangunan Tanggul Laut Raksasa

Berbicara kepada wartawan setelah vonis dijatuhkan, Lembong mengatakan bahwa ketiadaan mens rea merupakan unsur “terpenting” dalam putusan pengadilan.

“Yang saya anggap agak aneh atau ganjil adalah majelis hakim telah membatalkan kewenangan saya sebagai menteri perdagangan. Saya yakin undang-undang, peraturan pemerintah, dan semua ketentuan terkait dengan jelas mengamanatkan menteri perdagangan untuk mengatur tata kelola, termasuk perdagangan barang kebutuhan pokok,” ujar Lembong, Jumat lalu.

Lembong mengajukan banding pada hari Selasa.

“Kami telah mendengarkan semua pertimbangan majelis hakim, dan tentu saja, berdasarkan pertimbangan hukum dan bukti-bukti yang diajukan di persidangan, banyak di antaranya yang tidak konsisten. Oleh karena itu, kami mengajukan banding,” kata Zaid Mushafi, salah satu pengacara Lembong.

Kejaksaan Agung juga akan mengajukan banding atas putusan pengadilan “dalam waktu tujuh hari sejak putusan dijatuhkan”, ujar Anang Supriatna, juru bicara Kejaksaan Agung, pada hari Selasa.

Baca Juga:  Pulau Samosir Bakal Jadi Destinasi Pantai Utama dengan Pengembangan Pariwisata Baru

Menurut Ambang, kasus Lembong akan membuat pejabat negara “lebih berhati-hati dalam membuat kebijakan terkait penggunaan anggaran” karena takut dituntut.

Yudi Purnomo Harahap, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan putusan tersebut kontroversial karena hakim tidak menemukan “aliran uang ke Lembong”.

“Saya sering menangani kasus korupsi yang tidak ada aliran uangnya, tetapi harus ada tindakan sejak awal, bahwa orang tersebut bertindak dengan sengaja dan mereka menyadari bahwa tindakan mereka akan merugikan keuangan negara dan akan ada pihak yang diuntungkan [dari tindakan tersebut],” kata Yudi.

“Itulah mengapa mens rea atau niat jahat sangat penting dalam kasus korupsi, karena akan membedakannya dari sekadar pelanggaran administratif.”

Ia juga mengatakan Lembong telah melakukan “langkah yang tepat” dengan mengajukan banding karena kasus ini “masih jauh dari selesai”.

Andi Saputra, juru bicara Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, menepis tudingan tersebut, dengan mengatakan pada hari Senin bahwa “majelis hakim tidak terkontaminasi dan tidak [terpapar] tekanan, baik yang bersifat politis maupun yang lainnya”.

“Kami mohon masyarakat bersabar karena proses hukum masih berlangsung,” kata Andi.

MensDaily hadir di tengah kesibukan dan tuntutan hidup, pria butuh ruang untuk mendengarkan, mengemukakan pendapat, dan mendapatkan inspirasi.

Get Latest Updates and big deals

    Mens Daily @2025. All Rights Reserved.